Langsung ke konten utama

JINGGA DI UFUK BARAT




hai hatiku, apakabar kamu?

“Kau cintaku, yang tak perlu ku perbandingkan, bilapun aku harus membandingkanmu, maka mereka pembanding yang pernah kupilih memiliki bilangan 0, yang membuat kau tetap bernilai 1 di hatiq. Satu per Nol, tak terhingga  cintaku  untukmu”

_____________________________________________________________

Juli 2015 – Ah,tak apalah!
“Yoshi namamu,seseorang yang diam-diam ku perhatikan memperhatikanku,senyumku, tatapanku,tawaku, tingkahku,keberadaanku tak lepas dari rekam matamu yang merindingkan,menggelitik dan menarikku ke duniamu hingga kita dekat, walau ku rasa kita telat untuk berikrar kan sahabat, satu, dua tiga bulan pertama,cukup terlalu lama rupanya mencipatakan gravitasi nyaman antara kita.
Ah, tak apalah, tak perlu kan mempermasalahkan hal seperti ini? Bukankah perlu waktu untuk mempertemukan lautan dengan langit melalui awan?
Selamat datang ke duniaku, kamu!






Agustus 2015 – Hai hatiku, Apakabar kamu?

Rupanya, kamu pindah ke Asrama IV? Asyik! semakin dekat untuk lebi bisa mengganggumu.
Hei…! Ada apa aku ini, mengapa aku tiba-tiba selalu bisa memikirkanmu? Bukankah sudah ada satu nama di hatiku?
Apa aku jangan-jangan mulai menyukaimu? Lalu, mengapa aku menyukaimu?
Ah, bukankah suka, sayang, cinta tak harus selalu butuh banyak alasan?
Apa mungkin karena kamu berpostur tinggi… seperti yang ku idamkan?
Mungkin, karena kamu Nampak punya jiwa kepemimpinan yang layak ku idolakan?
Mungkin karena kamu Nampak cerdas, mungkin karena kamu ahli Fisika, pelajaran yang aku saja malas mendengarnya, sehingga aku terkagum-kagum pada kemampuanmu?
Atau, karena kamu selalu terlihat baik dimataku? Apa karena kamu selalu meng-Iyakan mauku?
Apa karena kamu se-visi-misi dengan ku?
Ah, aku tak tahu, Mungkin aku menyukaimu, tanpa alasan yang tak tentu, yang tak patut ku duga-duga, karena ini hatiku, hak-ku!
By the way,
Hai hatiku, apakabar kamu? “Begitu bahagia bukan?”











September 2015 – Aku yang lebih dewasa menjadi adikmu?

Dalam beberapa kali perdebatan kita, Kau selalu membandingkan aku dengan teman-teman sekelasmu, Apa kau kira aku lelaki juga seperti mereka yang tak boleh mengeluh lelah dengan setumpuk tugas kuliah yang tak mudah? Yang selalu bisa terlihat santai, walau besok ada kuis, ada ujian dadakan, nilai-nilai berstatus remedial? Apa iya aku bisa?
Jika ku tanyakan itu, kau selalu mengecohku, meledekku, dan aku menyerah. Baiknya aku menurutimu, dan kau menang. Sekarang kau jadi abangku, seniorku dan usiaku yang lebih diatasmu ini biarlah ku lupakan. Aku akan menjadi semacam adik-adik, yang sedia kau panggil “Dik”
Kali ini kau Menang, senang bukan?
Kalau saja kampus kita berada di kota besar, pastilah sudah sering kau menraktirku nonton di XXI untuk setiap kekalahanmu atas pertaruhan permainan kita, karena dalam setiap permainan kita, peluangmu hanya satu persen untuk menang. “Tunggu sebentar, apa jangan-jangan kau sengaja mengalah?”
Dan hatiku sedih, saat tiba-tiba kau bilang, kau takut bila aku tiba-tiba berubah,dari yang manis, berubah menjadi jahat. Kalaupun itu terjadi Yosh, mungkin itu karena sikapmu yang menggemaskan dan menyebalkan.
Sudahlah Yosh,
Jangan salah arti dengan cemberut di bibirku,Taukah kau,itu tanda manja dariku - akupun menyukai itu!




 


Oktober 2015 – Diam

September ceriaku berlalu.
Rupanya hari yang terlewati-berkawan dengan awan stratus, terasa lebih asyik denganmu. Sepulang kuliah, ada yang mengawalku untuk berlari sore, bersepeda atau sekedar jalan cepat mengelilingi kampus.
Ini sudah Oktober.
Kali ini ada hal yang akan menjadi ganjalan pertemanan kita,
Yosh, Kau sendiri yang bilang, tak semuanya di dunia ini harus beralasan, termasuk jika ia menyukaimu? Atau kau menyukainya,Tak perlu alasan untuk itu bukan?
Kau sendiri yang bilang, bahwa sahabat tak harus ada sekat. Lalu mengapa kau sembunyikan dia dariku, mengapa kau membiarkan ia menatap kita dengan risih, Tak kau ijinkankah aku mendukung kalian berkelanjutan? Kalian serasi, satu tempat asal yang sama, Usia yang sepadan, mengapa tak dicoba? Tak usah takut aku mengambilnya darimu. “Sahabat” kita sahabat.
Aku sedih kau berdalih, mengalihkan pembicaraan kita jika sampai pada Namanya, hanya tersenyum bila kugoda salamnya untukmu. Yosh, aku selalu mendukungmu,kapanpun dan dimanapun, aku janjikan itu padamu sebagai sahabatmu, kamu tahu itu.
Jika kau tak nyaman,jika kau terusik, baiklah aku tak kan berisik. Cukuplah aku “Diam”.

**





NOVEMB’ER 2015 – Selamat Tinggal
Perdebatan denganmu tadi siang membuatku malu. Kita memperdebatkan tentang dia. Apa aku mulai cemburu? Apa aku takut kehilangan nyaman dalam hubungan yang kita juduli sahabatan ini?
Kau lebih mementingkan untuk mengerjakan tugas-tugasnya di banding dengan kesehatanmu. Kau berusaha benar melengkapkan nilainya ketimbang nilaimu. Bukankah Minggu yang lalu, kau bilang kau benci akan sikapnya yang mengacuhkanmu, bukankah kau ceritakan dia biasa tak menghargai ciri payahmu? Mengapa tetap saja kau baik dengannya?
Apa kau tau, aku mati-matian mengerjakan tugasku sendiri, tak berani memintamu,agar tak mengganggui tidurmu, apa kau ingat untuk satu tulisan kecil yang ku minta saja, kau seakan meremehkannya? Apa aku terlalu mudah untukmu-sehingga kau kira aku tak punya kecewa terhadapmu?
Ah, Yosh..
Akhirnya aku kecewa padamu, Apa kau kecewa padaku? Maafkan aku!
Dari perdebatan itu, bisa kutuliskan panjang lebar, jika perlu dikalikan tinggi sekalian, bahwa memang ada kalanya kita merasa sangat lelah dan tak bisa kendalikan emosi,sehingga mungkin lepas kontrol. 
Mengatakan yang seharusnya tidak di katakan, melakukan apa yg harusnya tidak di lakukan, itu semua terjadi karena kita masih manusia, letakny salah, dan lupa itu pasti ada
.
Sebaik-baiknya orang melihat sikap kita , akan ada kalanya kita akan terlihat buruk di mata mereka,pun orang yang mnghormati atau menyayangi kita, apa tadi kalimatku membuatku telah buruk di matamu Yosh? Namun sangatlah bijak bila orang yang terdekat dengan kita tersebut, memaklumi, memaafkan dan mengingatkan,
bukan menghujat atau meninggalkan. Itulah harapanku dari persahabatan kita ini. Aku tak tau sampai kapan aku terlihat baik dan sempurna di matamu,dan sebaliknya bukan? tapi aku ingin menjanjikan yang terbaik. Yang terbaik untuk kita.
Apa perasaan sesalku ini, semua ini akan berlalu? dan akankah senyum itu akan kembali lagi padaku?

Tak ada sapa antara kita, aku menunggu untuk mengucap selamat tinggal padamu atau kau ucap selamat tinggal padaku.
Dan tetap tak ada!  OJT* mulai. Kita tak saling tau, dimana kita masing-masing menuju. Namun, ada satu hal yang ku ingat, dan kita sepakat, “sahabat sejati, persaudaaraan ataupun cinta sejati adalah sesuatu yang tidak akan pernah dan tidak ingin mengatakan selamat tinggal!”




Desember 2015. Pembuktian the Low of attraction di Akhir tahun

Hampir Tiga Minggu tak ada kabar darimu, dan aku juga mempertahankan gengsi untuk mendahului bersapa denganmu. Mungkin kita sama-sama sibuk dengan Magang di perusahaan masing-masing. Sibuk observasi untuk persiapan KKW juga, ah semua ini demi masa depan kita kan? Masa depan masing-masing maksudku
“Kamu OJT di Jakarta juga?”
Telfonmu-suaramu-pertanyaanmu mengagetkanku, membuyarkan konsentrasiku tentang judul-judul kertas kerja wajib yang sudah ku persiapkan dengan bimbang.
**
Tiba-tiba, kau menjemputku, mengajak ke sebuah tempat yang bisa melepas segala penatku, aku bisa bebas berteriak, tertawa terbahak, meloncat loncat riang bak anak kecil yang kegirangan, dan ku yakin, meski lelah kau juga menikmati suasana seperti itu.
Ini lamunan yang ku bayangkan berulang-ulang, tak sempat ku ceritakan padamu, karena aku tau, jika sampai kau mendengarkan ini dariku, kau sangka ini rajukanku untuk berdamai padamu.
Namun Hari ini, mungkin tak akan aku lupa dalam hidupku, kecuali bila Tuhan menghendaki aku amnesia tentangmu, Segala lamunanku jadi kenyataan yosh! Aku suka ini. J
Aku masih tak percaya, tadi siang sampai menjelang mentari terpejam, kita benar-benar di pertemukan. Kau datang lagi dalam nyataku, Kamis, akhir Desember 2015 . Gelang kertas sebagai tanda masuk Dufan, masih saja ku simpan, dan sengaja akan ku kekalkan,sebagai tanda kenangan akhir tahun yang manis darimu.
**
Malam kian larut, beberapa pesan singkatmu yang menggambarkan keceriaanmu tak habis untuk ku balas satu-satu. Beberapa BBM dari kawan-kawanpun berdesakan di Smartphoneku, mungkin sekedar mengucap selamat tahun baru untukku. Tak begitu penting menurutku ucapan itu, yang penting sekarang aku benar-benar percaya bahwa Apa - kemana ataupun siapa yang kau inginkan, Tariklah itu ke duniamu, maka dia akan sungguh datang di waktu yang tak pernah kau sangkakan.
Apa kau juga “Mau”?  maka Tariklah ia dalam doamu!







Januari 2016. Ini Seru!

Kadang aku merasa hubungan persahabatan kita lucu, terlalu kanak-kanak. Bagaimana tidak, kadang serasa seperti sahabat yang sok – sok saling menasehati satu sama lain, mengingatkan satu sama lain. Kadang seperti kangmas-adhimas, sok-sok imut yang satunya sok-sok melindugi mengayomi, Kadang seperti pasangan kekasih illegal, yang curi-curi pertemuan, berselfie berduaan,bertelponan sampai larut malam, Tapi  kadang juga berdebat seperti musuh yang akhirnya mendiamkan satu sama lain, atau berikrar untuk menjauh satu sama lain,dua- tiga minggu kemudian sadar-baikan-dekatan lagi-sodaraan lagi-sahabatan lagi- jalan berduaan lagi-musuhan lagi, Lama-lama aku jadi hafal pola baris dan deret hubungan kita, dan ini seru. Sangat seru, membuat darahku naik turun menerjangi ulu hatiku.
Bersyukurlah kita, karena kita masih berada di tempat kita yang dulu. Batasan-Persahabatan.
**
Setiap aku diam, atau mengacuhkanmu, kau selalu meminta maaf. Setiap perdebatan kita, pada akhirnya kau selalu minta maaf, kadang aku bosan dengan permintaan maafmu, namun tak kupungkiri, egoku membutuhkannya, hingga satu hal yang ku maknai disini
“Jangan semata mata menyalahkan orang yang terlihat salah padamu! Tanyakan mengapa ia berbuat seperti itu(apa alasannya);
 jangan- jangan, dibalik kesalahannya, justru kamulah yang memulainya.
Pilihannya,
Maafkan ia dan minta maaflah padanya.
Kesempatan memang tak datang berkali kali, 
Tapi percayalah... yang berkali kali memberimu kesempatan, Ialah yang sangat tulus padamu, menyayangimu. Dan sebaliknya jika kamu menyayanginya berilah ia kesempatan memeperbaiki kesalahannya”
**


Bersambung....

Kristiyuana

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SIAPAKAH RATU KENCANA WUNGU SEBENARNYA?

Jika saya di tanya, siapakah   Kencana Wungu sebenarnya? Secara logis, saya akan menjawab, “Saya gak tau, karena pada masanya, saya belum menulis,dan memang belum ada”. Ah, hanya bercanda saja, ada beberapa sumber yang menceritakan tentang Ratu Majapahit ini. Ada yang mengatakan bahwa Kencono wungu adalah TRI BUANA TUNGGA DEWI (Ibunda Hayam Wuruk ), ada pula yang mengatakan bahwa beliau hidup pada masa Islam datang ke Nusantara, ada pula yang menceritakan bahwa beliau adalah Ibunda dari SUNAN GIRI (Pendiri Giri Kedaton ), nah di tulisan kali ini saya akan menceritakan yang versi Kencana Wungu, ibunda dari Sunan Giri. Majapahit adalah sebuah kerajaan besar yang didirikan pada tahun 1293 Masehi oleh Raden Wijaya yang bergelar Sri Kertarajasha Jayawardhana. Wilayahnya membentang dari ujung utara pulau Sumatera, sampai Papua. Bahkan Malaka yang sekarang dikenal dengan nama Malaysia termasuk ke dalam wilayahnya. Pada jaman itu bangsa Majapahit pernah menjadi negara adikuasa.

Lelahmu Kan Tergantikan Bu!

Aku tahu hari ini  pasti akan datang, hari dimana aku akan melihat Ibu tercintaku terbaring kaku dengan senyum kedamaian dihadapanku. Aku terus memandangi wajah itu, karena aku tahu inilah saat terakhirku melihat senyum itu hadir nyata di hadapanku, setelah ini, tak tahu kapan lagi. Senyum itulah yang dulu selalu menyamangatiku, senyum itulah yang dulu selalu dihadiahkan untukku ketika Ibu melihat tingkahku yang lugu, tingkahku yang menyenangkan ataupun tingkahku yang melelakan. “ woalah Ran, kalo besok gag jadi wong sugih, rugi kamu!” . Aku masih ingat benar kalimat yang ibu ucapkan saat aku masih kecil dulu, ketika melihatku merengek meminta gendong ataupun diam-diam aku mengikuti ibu ke sawah lalu diam-diam pula aku naik keatas punggungnya. Entah mengapa, saat itu aku suka sekali menjahili ibu, membuat ibuku jengkel padaku, lalu dengan nada kesal ibu mengucapkan kalimat itu. Aku tersenyum kecil mengingat kejadian-kejadian masa kecilku bersama beliau.  “Bu, Ibu belum berkata itu lag