Langsung ke konten utama

Sang Maha Tahu


Bagai Kemarau di tengah-tengah musim Penghujan
Panasnya mendidih, mengguyur.
Kami hanya bisa tertawa beku,
menahan sakit yang luar biasa dan akhirnya menjadi terbiasa
Kami hanya mencoba menangis dengan air mata yang ikut mengering bersama iring-iringan doa-doa
Dan Engkaupun pasti tahu,
Apa yang sebenarnya kami mau!
Dan Engkaupun pasti mengerti,
Apa yang terbaik untuk kami!

Kami hanya bisa tertawa beku, menahan sakit yang luar biasa dan akhirnya menjadi terbiasa,
Kami hanya mencoba menagis dengan air mata yang ikut mengering bersama iring-iringan sang waktu

Dan Engkaupun pasti tahu,
Hati kami masih hidup di temani sebuah harapan yang menderu
Jiwa kami masih berlomba-lomba melantunkan doa-doa dengan beribu makna,

Tuanku,Sang Maha Tahu
Akankah musim yang tak menentu ini cepat berlalu
Secepat detakan jantung kami yang sudah berkarat?
Bagikanlah cuaca yang bahagia, sebagai pengobat musim yang melukai kami ini,
Atau tetapsajalah begini..
Sampai Engkau memvonis kebahagiaan yang abadi untuk kami

Cepu, 7 Feb 2013
*Mengenang Tahun demi tahun, yang telah berlalu dengan cepat
Dan akhirnya sadarlah aku, Waktu mampu menyamarkan luka itu

Waktu, melatihku, membangkitkanku dari letihku
Dan demi waktu,tak pernah ada yang tahu siapa aku, siapa kamu di akhir waktu nanti.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SIAPAKAH RATU KENCANA WUNGU SEBENARNYA?

Jika saya di tanya, siapakah   Kencana Wungu sebenarnya? Secara logis, saya akan menjawab, “Saya gak tau, karena pada masanya, saya belum menulis,dan memang belum ada”. Ah, hanya bercanda saja, ada beberapa sumber yang menceritakan tentang Ratu Majapahit ini. Ada yang mengatakan bahwa Kencono wungu adalah TRI BUANA TUNGGA DEWI (Ibunda Hayam Wuruk ), ada pula yang mengatakan bahwa beliau hidup pada masa Islam datang ke Nusantara, ada pula yang menceritakan bahwa beliau adalah Ibunda dari SUNAN GIRI (Pendiri Giri Kedaton ), nah di tulisan kali ini saya akan menceritakan yang versi Kencana Wungu, ibunda dari Sunan Giri. Majapahit adalah sebuah kerajaan besar yang didirikan pada tahun 1293 Masehi oleh Raden Wijaya yang bergelar Sri Kertarajasha Jayawardhana. Wilayahnya membentang dari ujung utara pulau Sumatera, sampai Papua. Bahkan Malaka yang sekarang dikenal dengan nama Malaysia termasuk ke dalam wilayahnya. Pada jaman itu bangsa Majapahit pernah menjadi negara adikuasa.

JINGGA DI UFUK BARAT

hai hatiku, apakabar kamu? “Kau cintaku, yang tak perlu ku perbandingkan, bilapun aku harus membandingkanmu, maka mereka pembanding yang pernah kupilih memiliki bilangan 0, yang membuat kau tetap bernilai 1 di hatiq. Satu per Nol, tak terhingga   cintaku   untukmu” _____________________________________________________________ Juli 2015 – Ah,tak apalah! “Yoshi namamu,seseorang yang diam-diam ku perhatikan memperhatikanku,senyumku, tatapanku,tawaku, tingkahku,keberadaanku tak lepas dari rekam matamu yang merindingkan,menggelitik dan menarikku ke duniamu hingga kita dekat, walau ku rasa kita telat untuk berikrar kan sahabat, satu, dua tiga bulan pertama,cukup terlalu lama rupanya mencipatakan gravitasi nyaman antara kita. Ah, tak apalah, tak perlu kan mempermasalahkan hal seperti ini? Bukankah perlu waktu untuk mempertemukan lautan dengan langit melalui awan? Selamat datang ke duniaku, kamu! Agustus 2015 – Hai hatiku, Apakabar kamu? Rupanya, kamu

Lelahmu Kan Tergantikan Bu!

Aku tahu hari ini  pasti akan datang, hari dimana aku akan melihat Ibu tercintaku terbaring kaku dengan senyum kedamaian dihadapanku. Aku terus memandangi wajah itu, karena aku tahu inilah saat terakhirku melihat senyum itu hadir nyata di hadapanku, setelah ini, tak tahu kapan lagi. Senyum itulah yang dulu selalu menyamangatiku, senyum itulah yang dulu selalu dihadiahkan untukku ketika Ibu melihat tingkahku yang lugu, tingkahku yang menyenangkan ataupun tingkahku yang melelakan. “ woalah Ran, kalo besok gag jadi wong sugih, rugi kamu!” . Aku masih ingat benar kalimat yang ibu ucapkan saat aku masih kecil dulu, ketika melihatku merengek meminta gendong ataupun diam-diam aku mengikuti ibu ke sawah lalu diam-diam pula aku naik keatas punggungnya. Entah mengapa, saat itu aku suka sekali menjahili ibu, membuat ibuku jengkel padaku, lalu dengan nada kesal ibu mengucapkan kalimat itu. Aku tersenyum kecil mengingat kejadian-kejadian masa kecilku bersama beliau.  “Bu, Ibu belum berkata itu lag